F u n B l o g . . .

Jumat, 12 November 2010

Kualitas Udara Yogyakarta Pasca Bencana Merapi

Tidak terasa bencana merapi sudah tiga minggu lamanya, dan belum ada  yang bisa memastikan kapan ini akan berakhir. Sampai - sampai universitasku yang tercinta ini pun ikut diliburkan, beserta beberapa universitas yang ada di Sleman. Disaat yang sama semakin tidak betah karena hujan abu vulkanik Merapi yang mengguyur Yogyakarta dan sekitarnya menjadikan kualitas udara semakin buruk.



Memang tak semua dusun pada radius bahaya 20 kilometer dalam kondisi mencekam. Sejumlah warga masih beraktivitas di wilayah yang aman dari luncuran awan panas Merapi.

Mari kita lihat, sejarah atau riwayat dari abu vulkanik ini adalah magma yang membeku. Tadinya magma itu merah seperti cairan besi. Lalu ketika terlontar ada kontak dengan atmosfer lalu membeku. Lontaran yang sangat kuat ini karena dari dalam Merapi ada tekanan gas yang sangat kuat pula, sehingga meledak terlempar ke atas. Ketika meledak, pecahannya juga bermacam-macam.Pecahannya ada bongkahan batu besar, kerikil, dan ada juga partikel yang halus. Yang berat jatuh di sekitar puncak Merapi, sedangkan pasir jatuhnya agak jauh. Lalu yang debu agak jauh lagi.Partikel itu kalau menempel di daun bisa menyebabkan mulut daun tertutup. Kalau sudah begitu maka tidak bisa menyedot oksigen. Selanjutanya proses forosintesis terganggu. Makanya kalau tertutup lama, tanaman akan menjadi layu.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), paparan abu vulkanik sangat membahayakan warga yang menghirupnya. Ancaman paling umum adalah gangguan pernapasan.


Berdasar paparan WHO saat terjadi letusan Gunung Eyjafjallajökull di Islandia lalu, abu vulkanik gunung berapi umumnya terdiri dari partikel fragmen batuan halus, mineral, dan kaca dengan karakter keras, kasar, korosif dan tidak larut dalam air.

Partikel abu sangat kecil sehingga mudah tertiup angin hingga ribuan kilometer. Yang paling berpotensi merusak tubuh adalah partikel abu terkecil yang mencapai kurang dari 1/100 milimeter. Ini berbahaya karena mudah menembus masker kain dan masuk ke paru-paru.

Seseorang dengan bronkhitis, emfisema dan asma disarankan mengurangi aktivitas di luar ruang karena paparan abu vulkanik bisa memperparah gangguan kesehatan.

Sebenarnya belerang dalam skala yang pas diperlukan tanaman juga. Kalau (sulfatara) banyak lalu menjadi hujan. Akan jadi hujan asam. Kalau hujan asam, tanahnya jadi asam.

Tanaman yang tumbuh di tanah yang pH (derajat keasamannya)-nya sekitar 3 atau 4 bisa membuat tanaman tidak tumbuh dengan baik. Tanaman akan keracunan, juga bisa tumbuh kerdil. Tapi kalau tanahnya basa, kena hujan asam bisa mendekati netral. Tanah netral itu mengarah ke pH 7, itu tanah yang bagus.

Kalau tanah pH-nya rendah maka unsur aluminium dan besi mudah larut sehingga tanaman akan keracunan atau kerdil. Sebaliknya di tanah yang basa, tanaman juga tidak bisa tumbuh baik karena unsur-unsurnya tidak mudah diserap tanaman.

Silikat Juga sangat dominan dalam abu vulkanik. Silika itu sangat keras dan ada sekitar 40-60 persen kandungannya dalam abu. Meski sangat halus, tetapi juga sangat keras, kalau masuk ke paru-paru dan terakumulasi bisa berbahaya. Ini juga kalau kena air sedikit berbeda dengan lumpur biasa. Lumpur biasa itu benar-benar licin, kalau ini agak kasar karena kandungan silikanya. Kalau menempel di kulit langsung kita gosok juga bisa membuat kulit luka.

WHO mengatakan, konsentrasi abu vulkanik setiap gunung berapi berbeda, tergantung kondisi alam seperti suhu udara dan angin. "Saran kami adalah mendengarkan insruksi kesehatan pejabat setempat," kata Dr Maria Neira, Direktur Department Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan WHO.

"Jika mengalami iritasi atau sakit di tenggorokan dan paru-paru, pilek, atau mata gatal, sebaiknya segera kembali rumah dan membatasi kegiatan di luar ruang," Neira menambahkan.

Selain partikel berbahaya, abu vulkanik juga berpotensi mengandung gas belerang dioksida dalam kadar rendah. Itulah mengapa ketika mulai mencium aroma belerang, sangat disarankan segera menjauh dari kawasan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar